Resensi Novel Sinta Obong




Judul buku :  Sinta Obong
Penulis :  Ardian Kresna
Penerbit :  Diva press, Jogyakarta, 2012
Tebal :  440 halaman 


Ardian
Kresna Memodifikasi Subyek Peminat Cerita Pewayangan

Ardian Kresna, lahir di Pemalang, Jawa Tengah, 19 Maret 1973. Semasa kecil, ia telah terlibat dan berhadapan secara langsung dengan seni tradisi pesisir utara. Kultur dari sang ibunya yang seorang guru SD dan darah tradisi keluarga menariknya untuk menyelam lebih dalam di dunia seni dan kebudayaan, terutama seni tradisi Jawa dan pedalangan. Sejak duduk di SD, telah beberapa kali ia berprestasi dalam lomba kesenian, menulis, dan menggambar. Hingga semasa kuliah, ia pun aktif terlibat dalam kegiatan tersebut. Karya-karyanya yang telah terbit dalam bentuk buku adalah Arjuna sang Pembunuh (DIVA Press, 2009), Gatotkaca Tanding (DIVA Press, 2009), Pahlawan Pilihan Kresna (DIVA Press, 2009), Kalimataya (DIVA Press, 2010), Panah Srikandi (DIVA Press, 2011), Cupu Manik Astagina (DIVA Press), Dunia Semar (DIVA Press), Bima Sejati(DIVA Press), Punakawan Menggugat (DIVA Press) dan lain-lain.
Lekat kaitannya buku ini dengan pertunjukan seni pewayangan budaya jawa yaitu cerita Rama dan Dewi Sinta. Cerita wayang yang bisaanya menjadi tontonan favorit para pecinta wayang terutama bagi para orang-orang tua. Sebetulnya cerita wayang bukanlah sesuatu yang sifatnya jaman dulu alias jadul. Walaupun banyak yang melabel cerita wayang merupakan hal yang jadul, namun pada hakikatnya cerita wayang juga bagus untuk anakmu dan remaja untuk di baca di jaman sekarang ini. Cerita pun takkalah menarik dengan cerita cerita masa kini dan cerita pewayangan sarat akan makna, petuah-petuah, amanat dan banyak hikmah yang dapat dipetik dari ulasan cerita-cerita pewayangan.
            Ardian Kresna memodifikasi subyek peminat cerita pewayangan  yang notabene orang-orang tua saja kini juga pada generasi muda khususnya pada kaum remaja dalam bentuk novel. Para remaja bisa menikmati cerita wayang dengan membaca novel. Trobosan ini cukup inovatif, karena peminatnya bertambah dari kaum remaja. Remaja yang suka novel bisa membaca novel berbau cerita pewayangan sambil duduk manis dan minum teh atau pun kopi tanpa menonton pertunjukan wayang yang di mainkan oleh dalang yang bisaanya tayang malam hari di kelurahan ataupun paguyupan dan tempat-tempat lainnya. Kurang lebih seperti itulah gambaran modifikasi subyek peminat cerita.
            Novel Sinta Obong ini di kembangkan atas dasar cerita murni Rama dan Dewi Sinta yang menceritakan sosok wanita (Sinta) yang sangat setia terhadap suaminya (Rama Wijaya). Konflik permasalahan pada cerita ini adalah diculiknya Sinta oleh Rahwana sang raksasa yang angkara murka, egois dan serakah. Sekilas tentang buku ini bercerita tentang Rama Wijaya berhasil menaklukkan Rahwana, dia pun memboyong Dewi Sinta kembali ke Ayodya. Rama menikmati kembali haknya sebagai raja dan Sinta sebagai Prameswari Ayodya. Namun, kebahagiaan pasangan ini tidaklah berlangsung lama. Rahwana, yang terpasung antara hidup dan mati di puncak Gunung Karungrungan, membalas dendam. Ditebarkannyalah gelembung-gelembung hawa jahatnya untuk mempengaruhi banyak orang agar keangkaramurkaan kembali mewarnai dunia yang semula tenang dan damai. Banyak orang di dunia yang terpengaruh oleh hawa jahatnya. Tak terkecuali para penguasa di istana Ayodya dan para kawulanya. Mereka membangun intrik untuk memojokkan dan meruntuhkan kebahagiaan pasangan baru itu.
Dewi
Sintalah yang kemudian menjadi sasaran. Kesuciaanya dipertanyakan oleh banyak orang. Bagi kawula Ayodya, tak pantaslah mereka memiliki seorang permaisuri yang derajatnya kotor tercemar oleh hawa nafsu Rahwana Raja Alengka yang kaya raya dan gagah perkasa itu.
Lantas¸ bagaimanakah
nasib Sinta kemudian? Benarkah Rama pun ragu akan kesucian istri tercintanya? Dan, benarkah untuk meyakinkan itu semua Dewi Sinta harus melaksanakan upacara penyucian dengan menerjunkan diri kedalam api yang menyala-nyala hebat? Sungguh, sebuah kisah yang sanga tmenggetarkan hati siapa pun yang membacanya. Sebuah kisah yang menawarkan banyak pelajaran tentang arti sebuah kesetiaan, cinta, dan hargadiri!

“Sesungguhnya, hidupmu
tiada boleh bernoda, bahkan tidak untuk setitik pun. Namun, pandanganmu adalah kelemahan manusia, Kang mas Rama. Kau sungguh tidak sempurna     ! pekik Sinta dalam deraian air mata.” “Jangan Ragukan Kesetiaanku Padamu”
            Novel pewayangan ini mengusung tema tentang percintaan yang kental akan cinta yang tulus akan kesetiaan. Keunggulan novel ini adalah keunikan ceritanya yang masih dengan setting tempat, suasana dan waktu romansa jaman dulu yang masih berbau kerajaan dan jiwa kesatria yang kental dengan cerita pewayangan. Novel ini sudah cukup bagus, akan tetapi lebih bagus lagi apabila dilengkapi dengan glosarium padahalaman terakhir. Karena pembaca masih kebingungan untuk menafsirkan arti kata yang bahasanya masih asing. Masyarakat umum kebanyakan tidak mengerti karena bahasanya masih ada yang menggunakan istilah kekeratonan.
 Novel ini bertujuan  untuk melestarikan budaya serta memodifikasi subjek peminat cerita wayang yang tidak hanya orang-orang tua namun juga pada generasi muda khususnya remaja. Novel ini cocok untuk para remaja yang suka kebudayaan serta bagus juga untuk para suami istri untuk mengambil hikmah dari peristiwa Sinta Obong ini. Inti dari sebuah cinta adalah adanya kesetian dan kepercayaan dari kedua pihak.
           


Share this article :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Resensi Novel Sinta Obong"